
MENJADI MANUSIA SEUTUHNYA...
Pada dasarnya manusia memilki 3 (tiga) potensi pada dirinya yaitu jasmani, akal dan spiritual (ruhani). Ketiga potensi tersebut akan tetap tinggal sebagai potensi jika manusia tidak berperan aktif untuk mengaktualkannya. Masing-masing menjadi aktual dan berkembang jika manusia mengisinya dengan pasokan-pasokan yang sesuai karakteristik potensi-potensi tersebut. Dan apabila seluruh potensi yang ada disi dengan pasokan-pasokan yang benar, tepat, sesuai dan seimbang, maka barulah manusia akan tumbuh menjadi manusia seutuhnya dalam arti yang sesungguhnya.
Potensi Jasmani
Tubuh manusia, meliputi seluruh sel, jaringan dan organ merupakan perangkat efektif manusia yang berbentuk materi. Sesuai dengan wujud kemateriannya, potensi jasmani ini hanya akan menjadi aktual jika kepadanya diberikan pasokan dalam bentuk materi juga. Adapun pasokan materi tersebut adalah makanan, minuman , vitamin, mineral yang diperlukan tubuh. Pasokan yang bersifat non materi sedikit pun tidak dapat menggantikan kedudukannya. Seorang atlit akan gagal untuk membangun tubuhnya tanpa makan dan minum, meskipun dia melakukan latihan-latihan otot secara ketat.
Potensi Akal
Sesuai dengan kemampuan akal untuk mengadakan analisa sintesa, memecahkan masalah, berfikir secara sistematis dan seterusnya, maka potensi akal manusia hanya dapat menjadi aktual jika kepadanya diberikan pasokan dalam bentuk: in formasi, konsep, teori, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Maka sudah barang tentu seseorang tidak akan meningkat kompetensi tanpa mengikuti program pendidikan.
Potensi Ruhani
Karena pemegang tunggal lisensi ruhani adalah Allah, maka potensi ruhani manusia menjadi aktual kepadanya diberikan pasokan nilai dan norma yang bersumber dari Allah.
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa untuk membangun SDM unggul (bertalenta sebagai insan yang berpikir) harus mengoptimalkan 3 (tiga) yaitu potensi akal-intelektual; potensi rohani/spiritual dan potensi jasmani secara seimbang proporsinya dalam proses pembelajaran. Ketiga potensi tersebut saling berhubungan, namun memiliki fungsi yang berbeda. Itulah mengapa kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual harus disinergikan menjadi satu bagian dalam gerak aktifitas kita. Ketiga kecerdasan tidak boleh berjalan secara terpisah dan tidak beriringan sebab satu dengan yang lain saling melengkapi. Dengan mensinergikan ketiga keceerdasan tersebut (baik pemahaman dalam otak atau hati manusia) pada dasarnya manusia berjalan dan beraktivitas sesuai dalam keadaan fitrah.
Kekuatan fitrahlah yang membuat manusia cenderung kepada kebenaran, memiliki kesiapan untuk berbuat baik dan menolak segala jenis keburukan. Untuk itu. fitrah sebagai sebuah kekuatan potensial agar tumbuh dan berkembang serta selalu memompa manusia berbuat kebaikan membutuhkan pemahaman dari manusia untuk mensinergikan ketiga potensi kecerdasan tersebut sehingga secara tidak langsung fitrah tersebut akan membangkitkan kesadaran ruhani bahwa dalam hidup ini harus tunduk pada aturan Allah.
Oleh karena itu, tidak benar mengabaikan satu potensi demi mengabaikan potensi lainnya. Jika orang membesarkan otot, sementara pikiran dan hati dibiarkan tumpul, maka ia akan pantas menjadi “binatang” yang mudah diadu domba. Terus menerus mengasah otak tanpa mempedulikan potensi hati sama saja. Kemampuan berpikir tak menambah kebaikan selain menjadikannya perusak negeri yang pintar. Kita lihat perusak-perusak di negeri ini, para koruptor itu misalnya mereka semua pintar dan cerdas otaknya, tetapi mereka tidak mempunyai hati dalam mencapai tujuan hidup bahkan menghalalkan segala cara dengan melakukan kecurangan dan penyimpangan. Sebagaimana potensi jasmani dan potensi akal, maupun potensi ruhani (hati), ketiganya perlu memerlukan siraman gizi yang seimbang.
Kendala Menuju manusia seutuhnya
Secara tidak sadar semua ini membuat manusia kadang tidak adil kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain, bagi kita manusia lebih mementingkan aspek jasmani dan akal. Tetapi cenderung untuk mengabaikan aspek ruhani. Hal ini yang menimbulkan masalah serius, karena justru semakin jauh kesenjangan antara aspek ruhani dengan aspek akal dan jasmani, maka akan semakin fatal akibat yang ditimbulkan. Seseorang yang kenyang secara jasmani biasanya memperoleh status. Seseorang yang kenyang secara akal biasanya menempati posisi. Semakin kenyang jasmani dan akalnya, maka akan semakin tinggi status dan posisinya serta akan semakin luas pengaruhnya. Terkadang pengaruhnya tidak hanya berlaku pada satu kelurahan atau kecamatan, bisa jadi satu Kabupaten atau satu Propinsi. Jika keadaan ini dibarengi dengan keadaan ruhani yang lapar, maka kerusakan yang diakibatkan tidak alang kepalang. Jika seorang pedagang kaki lima berjudi dan kalah, maka yang akan menjadi pelemparan kemarahannya dan menanggung akibatnya terbatas anak dan istrinya saja atau beberapa orang tetangganya. Tetapi jika seorang pejabat membenarkan judi, maka yang akan menanggung akibatnya mungkin puluhan ratusan juta orang. Jika yang terjadi sebaliknya: ruhani yang kenyang dibarengi jasmani dan akal yang lapar, tidak akan terlalu menimbulkan masalah. Dengan kata lain dampaknya dapat diisolir dan tidak meluas. Orang yang miskin dan sholeh, betapun laparnya, dia tidak akan mencuri. Sehingga kerugian atau penderitaan dapat dibatasi hanya pada dirinya sendiri.
Penguatan pendidikan yang komprehensif adalah solusi membangun manusia seutuhnya
Solusi untuk membangun manusia seutuhnya (SDM) tidak ada yang lain kecuali yaitu, mari kita perkuat kembali pembangunan basis pendidikan yang komprehensif baik hati, akal/intelektual dan jasmani secara seimbang di semua sektor kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Wallahua’lam Bisshawab