CERMIN BAGI DIRI SENDIRI
Bila hendak dimaksudkan untuk kebaikan yang terencana, sesungguhnya kita bisa menjadi cermin bagi diri sendiri. Cermin yang merefleksikan seluruh kesanggupan dan ketidaksanggupan kita. Cermin yang akan mempertontonkan kebaikan dan keburukan tanpa bisa kita sendiri membantahnya, karena hanya kita sendirilah yang tahu sementara orang lain tak mengetahuinya. Orang lain hanya tahu bahwa kita sedang tersenyum sebagai tanda kegembiraan hati atau sebaliknya manyun dengan otot wajah yang runyam sebagai ekspresi adanya masalah.
Namun begitu jarang orang yang bersedia memanfaatkan cermin dirinya untuk menjadi kepatutan langkah kebaikan. Alih-alih untuk mewujudkan koreksi atas kekeliruan untuk menjadi tindakan baik yang semestinya, yang terlihat justru hasrat untuk bersiasat agar keburukannya tertutupi seperti topeng yang menyembunyikan wajah aslinya.
Tak ada yang lebih bisa mengetahui apa yang tersembunyi kecuali yang menyembunyikannya. Tak ada yang lebih tahu mana yang asli dan mana yang palsu kecuali yang memang memiliki jawaban atas salah satunya. Maka untuk menjawab bagaimana bisa mewujudkan kebenaran tindakan, mau tidak mau kita membutuhkan cermin diri yang setiap saat bisa kita gunakan sebagai alat koreksi. Dengan cermin itu pula kita bisa belajar bagaimana mengkreasi langkah-langkah elegan berikutnya. Bila kita renungkan, tak ada yang lebih baik dari apapun selain kesanggupan diri untuk menjalani hidup ini dengan lebih jujur. Selain menyenangkan karena membuat otot-otot tubuh tak lelah dipakai bersiasat, kejujuran juga membuat pikiran tenang dan tentram.
Selamat berkontemplasi di awal terbukanya hari dengan memanfaatkan cermin diri bagi kebaikan dan kemanfaatan yang diperlukan orang lain. Semoga kita makin tawadhu oleh kesungguhan diri menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Kopajali, Senin 15 September 2019