Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Government) menjadi tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar agar pembangunan di segala bidang dapat berjalan lancar. Lebih dari itu, di era globalisasi masalah keterbukaan informasi publik dan transparansi pengelolaan pemerintahan menjadi perhatian banyak pihak, seiring dengan makin cerdas dan kritisnya masyarakat terhadap segala bentuk kebijakan dan program pemerintah agar benar-benar bermanfaat untuk mengangkat kehidupan agar lebih makmur dan sejahtera. Hal ini harus dimaknai positif karena ini berarti masyarakat makin sadar dan peduli terhadap pembangunan di segala bidang kehidupan dan ingin berpartisipasi di dalamnya agar bangsa dan negara ini makin eksis dan berjaya di masa depan.
Mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih harus diawali dengaewujudkan Penyelenggara Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Governance), karena pemerintahan memang tidak akan lepas dari penyelenggaranya yang dalam konteks ini adalah personil yang terlibat di dalamnya termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Kinerja yang baik dari ASN tidak hanya didukung oleh prestasi kerja, kreasi dan inovasinya tetapi juga didukung oleh kondisi mental moralnya yang baik yang diaktualisasikan dalam bentuk ketekunan, kejujuran, keikhlasan, kedisiplinan, kerjasama, semangat kerja, dan motivasi berprestasinya karena mampu menemukenali potensi dan kemampuan dirinya.
Masih banyak persoalan yang harus dihadapi bangsa Indonesia untuk mewujudkan good and clean governance. Bertahannya birokrasi patrimonial dan mentalitet feodal menjadi pemicu masalah di birokrasi pemerintahan sehingga kasus-kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih saja terjadi tidak saja di pemerintah pusat tetapi juga di daerah. Pengabaian terhadap good and clean governance ini telah menjadi salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia di tahun 1997 lalu yang meluas menjadi krisis sosial dan politik yang menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ini tidak boleh terjadi lagi di era pemerintahan sekarang dan selanjutnya, karena pengelolaan pemerintahan yang buruk dan tidak bersih hanya akan menyengsarakan rakyat dan seluruh warga negara.
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara makhluk lainnya, karena secara khusus Tuhan YME telah menganugerahkan akal dan pikiran. Tuhan menjadikan manusia sebagai pemimpin di muka bumi ini. Dengan bekal akal dan pikiran itu manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Selanjutnya Tuhan memperhitungkan perbuatan manusia untuk menuju ahsanu amala (amal yang terbaik).
Di satu sisi, manusia tergolong makhluk individual, manusia dalam kondisi normal memiliki citra diri, harga diri dan jatidiri, karena manusia memiliki nilai kemandirian dan mampu menjalankan tugas dengan cara sendiri. Dengan kepribadian dan kemandirian itu manusia mampu melakukan sesuatu harapan dengan bekal fisik dan psikologi atau jiwa dan raga. Di sisi lain, manusia juga juga merupakan makhluk sosial, artinya sebagai anggota masyarakat, manusia tidak bisa hidup sendiri. Apalagi dalam memecahkan masalah, dia perlu kerja sama dengan orang lain. Dalam ilmu manajemen bahwa manusia tidak akan pernah sukses tanpa adanya koordinasi dan kerjasama dengan pihak lain sehingga dia perlu menumbuhkembangkan hubungan secara harmonis dengan sesamanya dan dengan Tuhannya.
Dalam konteks ini manusia yang dimaksud adalah manusia sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Dia adalah asset negara, sehingga dia harus memposisikan sebagai abdi negara di satu sisi dan dan sebagai pelayan masyarakat di sisi lainnya. Sebagai hamba Tuhan, dia harus memiliki rasa tanggung jawab dihadapan Tuhan YME, dengan menanamkan sifat-sifat yang baik. Lebih-lebih bagi ASN yang muslim, dia harus mampu mengikuti dan menduplikasi sifat kepemimpinan Rasulullah SAW, yaitu menanamkan sifat Sidiq (Jujur), Tabhligh (Terbuka), Amanah (Tidak Berkhianat), Fathanah (Cerdas/Kompetens). ASN mengemban tugas untuk menjalankan sebagian roda pemerintah, sesuai dengan aturan yang berlaku, dan wajib mempertahankan dan mentaati Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Pembinaan Mental Moral ASN merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur secara keseluruhan. Arti penting aparatur sebagai bagian dari sumber daya dalam pengelolaan pemerintahan adalah karena fungsinya yang sentral, dalam arti sangat menentukan dalam pembangunan bangsa dan negara. Salah satu di antaranya adalah upaya menciptakan Penyelenggara Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Governance) dengan pembinaan mental moral aparatur.
Upaya menciptakan Penyelenggara Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Governance) sangat penting artinya untuk mewujudkan Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Cleand Government). Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Cleand Government) sendiri akan dapat terwujud apabila dua hal pokok terpenuhi, yakni: (1) sistem yang baik dan (2) SDM yang handal dan berkualitas. Selama ini sistem sudah ada, dan makin disempurnakan dengan adanya Sistem Merit yang diatur dalam UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang apabila diimplementasikan secara baik, maka upaya mewujudkan Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Government) tidak akan terkendala. Sekarang tinggal bagaimana menyiapkan SDM nya agar dapat mendukung secara optimal sistem yang sudah ada tersebut. Sistem merit sendiri dimaknai sebagai kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Sebagai bagian integral dari pengembangan SDM ASN, pembinaan mental moral memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan bangsa di era globalisasi yang penuh kompetisi atau persaingan. Menyadari arti peran tersebut, maka pilihannya adalah upaya yang terus menerus untuk melakukan pembinaan terhadap ASN. ASN harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memuaskannya. Hakikat pelayanan adalah pemberian pemenuhan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban ASN sebagai abdi masyarakat.
Selama ini, posisi ASN sebagai salah satu tulang punggung penyelenggara negara, masih sering mendapat sorotan negatif akibat kemerosotan mental dan moral yang ditunjukkan dengan kurang optimalnya dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat, sehingga kinerja birokrasi ASN mendapatkan beberapa warning yang di antaranya adalah : (1) Birokrasi yang tidak bertanggung jawab, (2) Birokrasi yang cacat dan lemah, (3) Birokrasi disfungsional yang berada di bawah standar, (4) Birokrasi yang kinerjanya tidak efektif, (5) Birokrasi yang terbelakang dan ketinggalan, (6) Birokrasi arogan dan salah urus, (6) Birokrasi yang tidak etis, (7) Birokrasi yang kehadirannya tidak menyenangkan, (8) Birokrasi setengah hati, (9) Birokrasi yang tidak mampu beradaptasi, (10) Birokrasi yang tidak logis, irrasional, dan amburadul, (10) Birokrasi yang hampa budaya dan kehilangan arah, (11) Birokrasi terkutuk dan sebagainya.
Banyaknya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di kalangan aparatur pemerintahan, ini adalah bagian fakta yang tidak dapat dipungkiri, yang pada akhirnya berdampak semakin menurunnya kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, semestinya direspon dengan kebijakan strategis dan dibuktikan dengan program aksi yang menyentuh nurani aparat.
Berangkat dari kondisi objektif inilah, pembinaan mental moral ASN perlu dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain melalui pengajian/siraman rohani, penyuluhan/diskusi, refleksi diri dan menemukenali potensi dan kemampuan diri dengan bantuan ustad/pembina rohani, motivator dan psikolog. Pembinaan mental moral ini merupakan salah satu proses transformasi kualitas yang menyentuh empat dimensi utama yaitu : dimensi spiritual, intelektual, mental dan moral. Setelah menyentuh empat dimensi inilah diharapkan ASN yang berkedudukan sebagai aparatur negara memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata.
Pembinaan mental moral ASN yang dilakukan melalui berbagai upaya tersebut, diyakini akan mampu menjadikan ASN yang sebelumnya berkinerja kurang optimal dengan ciri ketekunan, kejujuran, keikhlasan, kedisiplinan, kerjasama, semangat kerja, dan motivasi berprestasinya yang rendah, menjadi lebih optimal dengan ciri ketekunan, kejujuran, keikhlasan, kedisiplinan, kerjasama, semangat kerja, dan motivasi berprestasinya tinggi karena dengan pembinaan mental moral yang memanfaatkan bantuan ustad/pembina rohani, motivator dan psikolog secara rutin akan mampu meningkatkan iman dan taqwa, menumbuhkan semangat kerja, meningkatkan motivasi berprestasi dan menemukenali potensi diri. Dengan demikian, ASN sebagai aparatur pemerintah dapat diharapkan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata yang pada akhirnya dapat mewujudkan good and clean governance. Agar hasilnya efektif, sasaran pembinaan mental moral harus mencakup semua ASN baik itu Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional Umum maupun Pejabat Fungsional Tertentu.
Pembinaan mental moral ASN perlu melibatkan tidak saja unsur Ustad/Pembina Rohani, tetapi juga para Motivator dan Psikolog dari lingkup lokal, regional maupun nasional yang berasal dari lembaga atau institusi yang terpercaya atau secara pribadi memang memiliki kapasitas yang cukup untuk melakukan tugas pembinaan mental moral bagi ASN. Dalam hal ini bisa saja Ustad/Pembina Rohani berasal dari Kantor Kementerian Agama, Pondok Pesantren, Gereja, Wihara, Pura, Klentheng atau kelompok pembina rohani lainnya. Sementara motivator berasal dari lembaga tertentu yang bergerak dibidang itu atau mungkin pribadi-pribadi yang memiliki kapasitas untuk memotivasi orang lain secara baik. Sedangkan psikolog bisa diambilkan dari Lembaga Konsultan Psikologi atau Perguruan Tinggi.
Istilah pembinaan dalam konteks tulisan ini dimaksudkan sebagai upaya yang dilakukan dalam rangka menuju pembaharuan atau penyempurnaan dan dapat diartikan pula sebagai usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Sementara mental diartikan sebagai hal yang menyangkut batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga. Mentalitas diartikan sebagai keadaan aktivitas jiwa (batin), cara berfikir dan berperasaan. Dalam ilmu psikologi, mental itu menyinggung masalah pikiran, akal, ingatan atau proses-proses berasosiasi dengaan pikiran, akal dan ingatan. Sedangkan moral dimaknai sebagai kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup. Jadi moral adalah norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya dan tentang apa yang baik dan yang buruk atau apa yang benar dan apa yang salah. Ciri-ciri khas nilai moral itu berkaitan dengan tangungjawab dan hati nurani.
Pembinaan mental moral ASN pada prinsipnya dapat dilakukan melalui empat kegiatan sebagai berikut:
- Pengajian atau siraman rohani
Pengajian atau siraman rohani ini dapat dilakukan dengan bantuan para Ustad atau Pembina Rohani dengan tujuan untuk meningkatkan nilai iman dan taqwa yang dalam implementasi kehidupan keseharian adalah menumbuhkembangkan nilai kejujuran, ketekunan, keikhlasan, keadilan, kesyukuran, kerjasama, kedisiplinan, dan sebagainya.
Kegiatan ini akan efektif meningkatkan Imtaq ASN bila dilakukan rutin setiap bulan sekali dan dikelola oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
- Penyuluhan/Diskusi
Kegiatan ini dipandu oleh Motivator yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan ASN tentang bagaimana mengatasi persoalan dalam lingkup kerja tanpa harus patah semangat dan bagaimana menumbuhkembangkan semangat kerja dan motivasi berprestasi yang secara langsung maupun tidak langsung pada prestasi kerja.
Kegiatan ini akan efektif meningkatkan semangat dan motivasi kerja ASN bila dilakukan rutin tiga bulan sekali dan dikelola oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
- Refleksi Diri
Refleksi diri itu sama maknanya dengan introspeksi diri, refleksi dimaknai sebagai proses pengamatan terhadap diri sendiri dan pengungkapan pemikiran dalam yang disadari, keinginan, dan sensasi. Proses tersebut berupa proses mental yang disadari dan biasanya dengan maksud tertentu dengan berlandaskan pada pikiran dan perasaannya. Bisa juga disebut sebagai kontemplasi pribadi, dan berlawanan dengan ekstropeksi yang berupa pengamatan terhadap objek-objek di luar diri.
Upaya refleksi diri ini penting untuk mencermati apa yang telah kita lakukan, manfaat dan keuntungan bagi diri sendiri dan orang lain, kesalahan yang kita perbuat yang berakibat buruk pada program dan orang lain, persoalan yang dihadapi yang selama ini belum terpecahkan dan sebagainya.
Kegiatan ini sebaiknya dipandu oleh Psikolog dan dilakukan selama 6 bulan sekali dan dilakukan secara bersama-sama dari beberapa SKPD.
- Menemukenali potensi dan kemampuan diri
Upaya menemukenali potensi dan kemampuan diri perlu dilakukan dengan bimbingan psikolog mengingat selama ini masih banyak ASN yang belum bisa melakukannya. Upaya ini penting dilakukan untuk menggali kelebihan dan kekurangan diri sehingga ke depan ada upaya dari ASN yang bersangkutan untuk dapat mengelola kelebihannya secara baik sehingga menunjang capaian kinerja dan menutup kekurangan yang ada untuk menghasilkan karya yang lebih baik.
Upaya ini akan baik dilakukan satu kali dalam satu tahun dan diprioritaskan pada ASN yang selama ini kinerjanya buruk karena merasa rendah diri dan merasa tidak memiliki kemampuan apapun.
Permasalahan atau kendala yang sangat mungkin dihadapi oleh daerah terkait derngan upaya pembinaan mental moral ASN antara lain: (1) Belum ada anggaran khusus untuk pembinaan mental moral ASN baik melalui APBD maupun sumber lainnya. Pembinaan mental moral yang selama ini dilakukan dan menyentuh sebagian kecil dari ASN Kulon Progo adalah pengajian Ahad Pagi atau Pengajian Sebelum Jumatan, (2) ASN yang menjadi sasaran berjumlah cukup besar sehingga perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga pembinaan mental moral tersebut dapat berjalan intensif dan berdampak positif pada ASN yang bersangkutan, (3) Keengganan sebagian ASN untuk mengikuti kegiatan pengajian yang dianggap membuang waktu dan tenaga sementara nilai mental dan moralnya selama ini kurang mendukung kinerja mereka di kantor, (4) Tidak banyak ditemukan ustad/pembina rohani, motivator dan psikolog yang betul-betul unggul dalam pembinaan mental moral ASN sehingga hasilnya benar-benar segera dapat dirasakan oleh masyarakat.
Namun demikian, permasalahan dan kendala yang dihadapi akan mudah diatasi sepanjang ada komitmen yang kuat dari Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kinerja ASN serta adanya kebijakan yang menguatkan komitmen tersebut, misalnya kebijakan implementasi Logos, Etos dan Patos oleh Pemerintah Daerah yang berlaku bagi semua ASN. Lebih dari itu, sekarang ini ada upaya penerapan budaya SATRIYA (Selaras, Akal budi luhur, Teladan, Rela melayani, Yakin dan percaya diri dan Ahli professional) bagi ASN, serta diyakini bahwa Badan Kepegawaian Daerah (BKD) di semua daeah memiliki program-program yang mengarah pada peningkatan kinerja aparatur yang dapat disinergikan dengan kegiatan pembinaan mental moral ASN.
Secara umum, rencana aksi yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah dalam rangka pembinaan mental moral ASN antara lain: (1) Melakukan identifikasi terhadap ASN di masing-masing SKPD berdasarkan agama dan jabatan oleh BKD untuk menentukan jenis pembinaan yang dilakukan. Misalnya yang beragama Islam diadakan pengajian dengan mengundang ustad, sedangkan yang beragama lain diadakan pembinaan rohani dengan bimbingan pendeta atau pastur, dan sebagainya. Sementara untuk pembinaan lainnya melalui penyuluhan/diskusi, refleksi diri dan menemukenali potensi dan kemampuan diri dapat dikelompokkan sesuai jabatan/eselon agar ada kesetaraan ketika dilakukan pembinaan, (2) Melakukan sosialisasi pentingnya pembinaan mental moral ASN sekaligus penjadwalan pembinaan yang mencakup empat item (pengajian, penyuluhan/diskusi, refleksi diri, menemukenali potensi dan kemampuan diri) yang dikoordinir oleh BKD. Badan tersebut juga membuat tim pemantau pelaksanaan kegiatan ke semua SKPD termasuk kegiatan yang dipusatkan di Kabupaten, (3) SKPD atau gabungan dari beberapa SKPD melakukan pembinaan mental secara rutin pada ASN di bawah naungannya pengajian rutin/pembinaan rohani 1 bulan sekali, penyuluhan/diskusi dengan mengundang motivator 3 bulan sekali, refleksi diri 6 bulan sekali dan menemukenali potensi dan kemampuan diri yang merupakan gabungan beberapa SKPD satu tahun sekali, (4) Melakukan monitoring dan evaluasipe laksanaan kegiatan yang dimotori oleh Tim Monitoring dan Evaluasi yang di bentuk BKD.
Agar target yang ingin dicapai dengan pembinaan mental moral ASN ini dapat dicapat, paling tidak ada enam strategi yang harus ditempuh oleh Pemerintah Daerah, yaitu: (1) Membuat perencanaan yang matang terkait dengan pembinaan mental moral ASN dengan target kinerja ASN menjadi lebih optimal dan mampu mewujudkan good and clean governance yang berpengaruh positif terhadap kelancaran pembangunan di segala bidang, (2) Menggandeng/bekerjasama dengan segenap komponen masyarakat, LSM dan kelompok yang peduli terhadap upaya peningkatan kinerja ASN dalam pembinaan mental moral ASN, (3) Tim monitoring dan evaluasi menerbitkan laporan rutin yang diberikan pada seluruh SKPD dan membuat ranking hasil pelaksanaan kegiatan dengan melihat rutinitas kegiatan dan tingkat kehadiran ASN yang dibina, (4) Memberikan reward terhadap ASN yang berkinerja baik dan memberikan punishment bagi ASN yang melakukan pelanggaran, (5) Memanfaatkan media cetak dan elektronik untuk menggemakan pembinaan mental moral ASN ini sekaligus menginformasikan pelaksanaannya ke masyarakat luas, (6) Mewajibkan pada semua SKPD untuk menganggarkan pembinaan mental moral ASN di lingkungannya masing-masing melalui kegiatan terkait di sekretariat SKPD.
Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini adalah bahwa pembinaan mental moral ASN memang diperlukan dalam rangka mewujudkan Penyelenggara Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Governance). Kegiatan ini akan berhasil baik sepanjang dilakukan dengan perencanaan yang matang, dukungan anggaran yang memadai dan dikelola secara baik dengan memanfaatkan dukungan para ustad/pembina rohani, motivator dan psikolog. Pembinaan mental moral ASN diyakini akan mampu meningkatkan kinerja ASN sehingga dapat melayani masyarakat secara lebih profesional, jujur adil dan merata sehingga masyarakat merasa puas terhadap pelayanan ASN.
Sehubungan dengan hal tersebut, sudah saatnya kita perlu menggugah partisipasi semua pihak termasuk para Ustad/Pembina Rohani, Motivator dan Psikolog dalam dalam pembinaan mental moral ASN. Juga perlu menggemakan upaya pembinaan mental moral ASN ini pada masyarakat melalui media seni tradisional sehingga masyarakat memberi dukungan penuh terhadap upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Tidak dapat diabaikan perlu adanya keteladanan yang baik dari para pejabat untuk mengimplementasikan ketekunan, kejujuran, keikhlasan, kedisiplinan, kerjasama, semangat kerja dan motivasi berprestasi setelah dilakukan pembinaan mental moral ASN.